Total Tayangan Halaman

Rabu, 18 November 2015


Begitu mendapat undangan istimewa ini, saya memantapkan hati bahwa saya akan menerima jamuan yang layak selama menjadi tamu, layaknya perlakukan kita ketika menerima tamu, semua pasti kita persiapkan agar tamu feels like home. Apalagi ini bukan sembarangan undangan, ini undangan istimewa, super VVVVIP dari yang Maha Kaya, Maha Segalanya, yakin sangat bahwa saya akan tercukupi segala kebutuhan selama di sana.

Berminggu-minggu saya mencoba memantaskan diri, mencari tahu agar bisa menjadi tamu yang manner, behave, tidak akan mengecewakan "tuan rumah". Googling sana, baca sini agar saya tahu sedikit banyak tentang Penjamu saya, apa yang harus saya lakukan agar tuan rumah juga senang, berkenan dan ridha dengan kehadiran saya.
Alhamdulillah, 41 hari perjalanan di Mekkah, Arafah,Muzdalifah, Mina dan Madinah yang saya rasa hanya suka. Di hari terakhir menjelang kepulangan, kami bercerita tentang nikmat yang kami rasakan selama di Tanah Haram, kok malah ga ada inget susahnya. Kami bisa tidur lelap diatas pasir yang beralaskan tikar tanpa penerangan yang cukup. Kami bisa makan lahap dengan lauk tetep ayam ikan daging bergantian tiap harinya. Kami bisa berjalan penuh takzim dibawah panas yang katanya diatas 40 celcius. Kaki kami tetap riang melangkah menapaki kiloan meter menuju Jamarat dan kiloan meter lainnya menuju tempat ibadah dan ziarah lainnya.

Hei, ini konvensi internasional terbesar yang pernah saya ikuti. Jika tidak salah membaca salah satu artikel brosur di Mekkah, peserta haji tahun ini dari 114 negara,cmiiw, saya takjub mengamati sebagian pola laku yang mewakili kurang lebih 2juta saudara seiman selama di sana. Bagaimana kami berinteraksi? Dengan senyuman!. Serasa takut apapun pada saudara kita yang berbadan besar karena cerita turun temurun warisan dari para penapak tilas dulunya, percayalah...mereka bisa luluh dengan senyuman. Setidaknya itu yang saya rasakan. Bahkan untuk satu negara yang tidak bisa saya lumpuhkan dengan senyuman ini, at the end saya berhasil saya ajak bicara, yay! Dan masya Allah baiknya. Mungkin juga faktor bahasa jadi penunjang kami bisa berkomunikasi.
Saya iri dengan kemurahan hati para penduduk dan selama di sana. Tidak bisa dihitung dengan jari kejutan manis kami terima sejak kedatangan. Makanan, minuman, berlimpah. Sabil, begitu kami menamai dermawan-dermawan yang ujug-ujug memberikan kurma, minuman, roti atau makananan lainnya sepenjang perjalanan menuju mesjid atau hotel. Saya menyaksikan bagaimana satu truk roti dibagikan ke jemaah haji oleh dermawan di sana, satu pick up air botolan/jus berhari-hari menanti kami dengan setia di salah satu sudut di Jarwal Taisir, kawasan hotel terpadat oleh jemaah haji. "Halal...halal...", demikian mereka meneriaki agar kami mampir dan mengambil sedekahan mereka.
Saya iri dengan pekerja-perkerja di Masjidil Haram dan Nabawi. Saya iri dengan ketakziman dan ketekunan mereka bekerja. Saya iri dengan kesungguhan mereka menjaga fasilitas-fasiltas mesjid tetep nyaman dipakai; menyusun, membersihkan rak-rak alquran, lampu, mengepel lantai (bagian favorit menyaksikan yang membersikan lantai selapangan bola kelar dalam berapa menit aja). Saya iri dengan kesabaran mereka melayani kami jemaah dengan beragam tingkah laku. Saya iri yang dengan pekerjaannya bisa setiap saat mengunjungi tempat-tempat impian ummat Islam.

Saya juga iri dengan kedermawanan jemaah haji lainnya. Teringat dengan nenek tua yang ingin berbagi 2 butir kurmanya, saat saya mengganti kacang dengan roti untuk beliau makan agar mudah dikunyah. Makanan saya mungkin agak lebih makanya saya juga tidak sungkan untuk berbagi, tapi saya yakin, kurmanya memang tinggal 2 butir, dan beliau memaksa saya untuk mengambilnya. Teringat sabar beliau ketika ada jemaah wanita lain yang badannya sangat besar "ngedeprok" manis di depan beliau yang sedang sholat. Kontan jamaah lain memarahi, tapi tidak dengan sang nenek, beliau cuma menepuki pundak sang wanita sambil tersenyum entahlah bicara apa sampai kemudian sang wanita agak bergeser duduknya. Ah, kalo saya mungkin udah mendelikan mata ala2 peran antagonis sinetron.

Terakhir, saya haturkan kekaguman saya untuk pemerintah sana yang membuat 2 tempat suci ummat islam menjadi tempat yang makin nyaman dan menyenangkan untuk dikunjungi. Saya tidak punya alasan untuk menyalahkan mereka atas apapun yang terjadi diluar kehendak manusia. Saya menyaksikan kesungguhan pemerintah Saudia membuat tempat ini menjadi tempat semua ummat. Jika debu dalam rak alquran saja susah untuk kamu dapatkan, apakah mungkin mereka menelantarkan hal maha penting lainnya?
Allah Maha Baik, saya merasakan nikmat luar biasa, tak tergantikan, tak terdefinisikan dengan akal...yang semoga saya makin bersyukur karenanya.


Ini hanya segelintir kejadian suka diantara ribuan nikmat suka cita lainnya yang tak mampu saya hitung dan goreskan. Banyak pengalaman yang saya catat rapi dalam benak. Puzzle-puzzle yang terjadi dalam rekaman mata dan memori saya yakin itu adalah pengingat, cermin agar bisa mengambil hikmah.