foto diambil dari sini |
Acara Milad ke 4 tOekangpoto menjadi
event pertama tOekangpoto yang saya ikuti. Meski sudah menjadi member di group
sejak awal keberadaannya saya belum pernah kesampaian untuk ikut acara-acara
yang diadakan oleh mereka. Baik itu acara hunting foto, kopdar atau event
–event lainnya. Bahkan ketika acara pameran foto di blok M yang saya impikan untuk melihat
hasil karya anak-anak korban gunung merapi pun pupus.
Alhamdulillah, tanggal 19 Maret 2015
malam, tikum keberangkatan di stasiun
Senen menjadi awal perjumpaan saya
dengan Mbak Amel, Ito, Eka, Zuli, Ira, Mas Dodo, Pak Oman, Adam, Mas Hafiez & istri
berserta Aisyah anak mereka yang pertama kali saya temui, dan seorang mas yang kemudian saya ketahui
ternyata yang biasa dipanggil akrab Mbah oleh yang lain.
Meski sebelumnya saya diundang
bergabung dalam grup wasap milad mereka, saya yang termasuk pendiam dan kalem
ini, ehem, agak mati gaya mencoba
berbaur. Harapan untuk mengenal secara personal bebrapa teman wanita ketika
perjalan menuju Solo akhirnya pun tidak terwujud. Saya berada di gerbong dan
kereta yang berbeda dengan mereka. Hahaha. Jangan tanya kenapa saya bisa
terpisah rombongan begini.
Stasiun Solo Balapan merupakan titik
kumpul semua peserta yang berdatangan dari berbagai daerah seperti Yogyakarta,
Semarang. Bahwa ada perserta dari dari Palembang, Gorontalo dan Lampung. Kekuatan
apa yang bisa membuat event acara yang “hanya” berbiaya berbilang ratusan ribu
ini mampu didatangi oleh peserta dengan mengeluarkan biaya akomodasi yang
berlipat-lipat kalinya dari biaya kesertaannya?
Selama acara hunting, walau peserta telah dibagi per
kelompok. Ternyata keinginan anggota tp untuk berbagi ilmu melewati batas, baik
kelompok, umur dan senioritas pengalaman. Semua terlihat antusias membagi
ilmunya secara cuma-cuma. Berkali-kali ditengah kebingungan #sambil pegangan :D
tiba-tiba ada saja yang berbagi tips
bagaimana cara menyiasati cahaya, angle, dan lain lain.ahh, such a bleesed. Di
Padepokan Keris Brojobuwono, tempat hunting foto kami pertama, saya dibisiki
cara mendapatkan percikan api para penempa keris, atau bagaimana mengakali
cahaya natural di spot pengikir dan cara mengambil angle yang pas bapak
pemahat, semua tanpa saya tanya. di Waduk Lalung ketika matahari malu-malu
muncul dan saya asyik mencari spot-spot
untuk makro atau sekedar mencuri moment candid peserta lain, sayapun dibuat
senang ketika beberapa mas-mas yang menunjukkan dan berbagi spot dengan mereka
yang sedang memoto para pemancing cilik.
Disini saya belajar bagaiman bisa “mengatur” pose para pemancing. Di air terjun Jumog berkali-kali hasil foto
saya menunjukkan hasil yang aneh, utak atik berbagai setingan justru makin
memupuskan harapan. Saya edarkan pandangan ke sekitar, saya mencoba menikmati
pemandangan undakan air terjun yang bertingkat dengan lensa sempurna milik
penciptanya. Indah dan menenangkan. Saya kembali tersemangati demi melihat
beberapa peserta yang nyemplung dengan bebagai pose. Apalagi sebelumnya saya
sedikit mendapat tips tentang pemakaian filter untuk air untuk mendapatkan efek
kapas, tanpa pelitpun filter tersebut sempat dipinjamkan ke peserta lain
termasuk saya oleh salah satu senior. Alhamdulillah….beberapa
foto cukup menyenangkan hati dapat saya rekam di kamera saya. Hal yang sama
juga berulang terjadi ketika hunting foto pemetik teh, sunrise di Candi Ceko. Maaf
nama-nama tidak saya mentioned, Allahlah sebaik-baik pembalas. Moga ilmu yang
disharing ke kami menjadi amal.
Hunting foto dengan berbagai aplikasi teori dan teknik
udah dilalui, ternyata peserta masih dimanjakan dengan sesi foodphotography oleh panitia. Adalah Mas Yulim Wicak yang
membuat heboh peserta dengan tips-tips dasar foodphotography yang keren-keren.
foto diambil dari sini |
Tidak hanya keseruan berlimpah ilmu
yang saya dapatkan dalam acara ini. Jujur saya seperti dejavu menghabiskan 3
hari bersama teman-teman yang sebagian baru saya kenal saat itu. Dejavu seperti
kembali ke masa-masa rihlah dengan tema-teman jaman sma dan kuliah. It feels like home.
Kehangatan dan keakraban sangat kental saya rasakan. Saya sempat kaget bercampur senang ketika Sil Sil mengajak langsung selfie dengan kameranya di jumpa 10 menit pertama kami, tanpa sungkan dia memperlihatkan hasil fotonya dengan harapan saya mau memperlihatkan hasil foto saya," saling belajar yah mbak” begitu dia menjelaskan maksudnya. Beberapa kali kami saling mencari spot bareng, saya kagum dengan angle ga biasa SilSil.
Kehangatan dan keakraban sangat kental saya rasakan. Saya sempat kaget bercampur senang ketika Sil Sil mengajak langsung selfie dengan kameranya di jumpa 10 menit pertama kami, tanpa sungkan dia memperlihatkan hasil fotonya dengan harapan saya mau memperlihatkan hasil foto saya," saling belajar yah mbak” begitu dia menjelaskan maksudnya. Beberapa kali kami saling mencari spot bareng, saya kagum dengan angle ga biasa SilSil.
Lain lagi dengan Mbak Woro, peserta
dari Magelang ini terlihat bersenang hati membawa tas yang cukup besar, yang
ternyata isinya logistik untuk kami di kelompok 8. Mbak Amel yang saya dibuat kagum akan
kegigihannya mencari spot foto, si pecinta operasi kamera manual yang darinya
saya diceritakan tentang pengalaman naek gunung beserta tipsnya. Hahaha, sesaat
merasa sedang diracuni untuk naek gunung. Omah yang diam kalemnya ternyata
menghanyutkan hasil-hasil fotonya. Endra, Duta Wisata Banjarnegara, ‘ammah kedoyanan Aisyah dan Bulan, favorite
Yasmin juga untuk bercerita tentang alam-alam. Zuli yang kalemnya menenangkan.
Bu Ika, Ibu Rini, Bu Rahma, Mbak Amel yang keibuannya terasa menganyomi kami
selama 3 hari #tsaahh mengayomi. Mbak Eka, Mbak Ito, Mbak Nur, Mbak Mul, Ika
DJ, Fajri, Ira, keriaan kalian membuat
saya melalui 3 hari naek bis tanpa AC, menapaki
jalanan Solo-KarangAnyar yang berlubang, menghabiskan malam di aula mesjid
Agung Karang Anyar, di uula kecamatan, menghitung masa antri kamar mandi dari
jam 3 pagi, menjadi menyenangkan untuk dilalui.