Total Tayangan Halaman

Jumat, 23 Desember 2016

Lanyard

Sejak 17 Agustus 2016, pengguna bus transjakarta khususnya koridor satu, diikuti oleh koridor lainnya, wajib "tap out" e-money untuk keluar dari halte. Awalnya banyak yang mengeluh karena terjadi tumpukan antrian apalagi pintu keluar kadang satu pintu dengan pintu masuk.
Makin lama, para pengguna bus massa ini makin ambil bagian agar antrian tidak terlalu panjang, mempersiapkan kartu ketika akan turun bus. Beberapa lainnya seperti saya yang biasanya stand by kartu di satu tas yang bisa diambil dengan dua kali gerakan akhirnya memakai gantungan kartu, (lanyard) seperti kebanyakan yg dipakai para roker (rombongan kereta). Alhamdulillah ini sangat membantu kelancaran proses keluar halte. 


Cara lain yg dilakukan biasanya "nappingin" orang lain yg tidak/lupa bawa kartu, lumayan mempercepat 2-5 detik.

Perempuan adalah penumpang yg paling banyak pakai lanyard, sementara bapak-bapak masih aja rogoh saku, cari dompet persis di depan "gate" tap out. Errrr...

Say No To receh atau mau Disumbangkan Kemana

Sudah hampir setahun ini saya memakai kartu debit untuk transaksi keuangan terutama ketika belanja di supermarket (masih ada yg pakai istilah ini ga sih?). Karenanya saya memang jarang mengantongi uang tunai dalam jumlah lebih dari 50rb kalau memang tidak ada keperluan, kartu debit inilah yang selalu saya bawa.

Selain alasan kepraktisan juga karena males nimbunin koin kembalian dan juga pertanyaaan mbak kasir "mau disumbangin mbak, kembaliannya?".




Dulu koin kembalian tersebut diselotif ponakan per satuan dan dijadiin ongkos angkutan umum. Sekarang hal ini praktis tidak bisa dilakukan karena bayar bus tj, angkutan umum utama saya, juga pakai e-money. Sebenarnya pecahan 100,200 perak tersebut masih bisa "dikembalikan" ke supermarketnya, cuma kan ke supermaket kadang juga kayak tahu, dadakan. Jadilah numpuk deh tuh koin. Jadi masalah koin kembalian dan pertanyaan "mau disumbangkan?" diatas menurut saya tersolusikan oleh memakai kartu debit.😀

Kami Alumni 212

Teman,
Aksi 411 dan 212 menunjukkan wajah islam, profil muslim sejatinya. Nyatanya kita memang bisa untuk antri sangat tertib bahkan dalam keadaan panas, hujan sekalipun. Kita bisa sangat bersabar untuk berlapang-lapang dalam majelis, berbagi halaman kita dengan orang yang tidak kita kenal.
Teman,
Nyatanya, kita sangat ringan tangan untuk tidak membuang sampah sembarang, atau bahkan dengan kerelaan hati tanpa bayaran sekalipun memungut sampah di sekitar kita.
Nyatanya, kita bisa dengan sangat manis mematuhi aturan, tidak menginjak/merusak tanaman bahkan dalam keadaan terdesak sekalipun kita enggan untuk menapakan kaki kita barang sebentar diatas rumput hijau taman.
Teman,
Nyatanya, kita adalah ummat sangat pemurah dan gemar memberi. Makanan sangat berlimpah, tanpa pandang bulu, kita sangat dermawan memberikan makanan, minuman kepada orang sebelah kita. Cerita tukang donat yang karena kemurahan hatinya membagikan donat secara justru berbalas kontan saat itu juga, berkalilipat. Cerita ibu-ibu negeri yang tanpa iming-iming apapun selain keridhaannya merelakan waktu sibuk di dapur, membagikan makanan di jalanan kepada siapapun yang lewat. Cerita tentang kedermawan ini mungkin butuh satu buku untuk dituliskan. Tidak ada yang menafikkan bagaimana logistik sangat melimpah ruah saat konvensi akbar tersebut.
Teman,
Nyatanya kita bisa sangat sayang dengan orang yang baru kita temui, sekalipun karena kecintaan yang sama. Cerita kaum Anshar dan Muhajirin terpampang nyata di depan kita. Penduduk Jakarta menyambut takzim penuh sayang saudara-saudara seiman yang datang dari Papua, Aceh, Padang, Ciamis, dari manapun. Apa mereka pernah kenal sebelumnya? Sebagian kecil mungkin, sebagian besar itu adalah perjumpaan pertama mereka.
Teman,
nyatanya kita adalah ummat yang kuat. Cerita tentang mujahid Ciamis berjalan ratusan kilo ke Jakarta akan terpatri jelas dalam ingatan kita dalam beberapa masa ke depan, mungkin ini yang akan dengan bangga kita ceritakan pada anak cucu kita nanti.
Teman,
Nyatanya kita adalah ummat yang bisa merapatkan barisan, melupakan perbedaan dalam islam sendiri. Puluhan bendera berbagai warna bisa berkibar di langit yang sama tanpa berebut perhatian
Teman,
Nyatanya kita adalah ummat yang bisa menahan diri, tidak gampang terprovokasi. Selama berjam-berjam kita bisa duduk tenang, awas dan mawas diri, saling menjaga.
Teman,
Nyatanya, ulama-ulama kita adalah negosiator dan orator ulung. No doubt about it.
Teman,
Cerita diatas tak akan kita biarkan menguap, hilang tanpa bekas, tak meninggalkan jejak. Karena;
Teman,
Kita hari ini, esok, lusa dan seterusnya adalah kita saat hadir dan yang menjadi saksi melalui media manapun di 411 dan 212. kita hari ini, esok, lusa dan seterusnya adalah kita yang taat, tertib, sabar, pemurah, penyayang, pantang menyerah.
Kita hari ini, esok, lusa dan seterusnya adalah kita yang menghormati bukan hanya sesama muslim tapi juga menghargai yang berbeda agama dengan kita.
Teman,
Kita hari ini, esok, lusa dan seterusnya adalah kita yang merasa diawasi terus oleh kameraNya bukan kamera orang lain.
Teman,
Kita hari ini, esok, lusa dan seterusnya adalah kita yang suka bertabayyun atas berita apapun yang kita terima. Kita hari ini, esok, lusa dan seterusnya adalah kita yang bertanggung jawab atas semua jempol, karena hisabNya tidak akan luput.
Teman,
Kita hari ini, esok, lusa dan seterusnya adalah kita yang tidak hanya marah ketika Al Quran dinista, kita hari ini esok dan seterusnya adalah kita yang cinta Al Qur'an, rajin berinteraksi dengannya.
Kita hari ini, esok,lusa dan seterusnya adalah yang tidak akan membiarkan satu hari terlewatkan tanpa berinteraksi dengan Al Quran. Ambil, buka kembali Al Quran yang mungkin satu tahun lebih tidak sentuh, berdebu dipojok paling atas rak buku. Kita hari ini, esok, lusa dan seterusnya adalah kita yang mempelajari makna, tafsir dan amalkan isi Alquran.
Teman,
Kita hari ini, esok, lusa dan seterusnya adalah kita yang akan menjaga shalat dalam keadaan apapun.
Teman,
Kita hari ini, esok, lusa dan seterusnya adalah kita yang senantiasa menjaga ukhuwah. Karena kita adalah gengaman tangan dan bangunan yang kuat jika saling bersatu.
Teman,
kita hari ini, esok, lusa dan seterusnya adalah kita yang tidak mudah terlena, jumawa, ujub karena kemeriahan 411 dan 212. kita hari ini, esok, lusa dan seterusnya adalah kita yang menjaga agar semangat 411 dan 212 tetap terjaga dalam kerendahan hati sehingga bisa dengan lantang berkata " Saya bangga sebagai Islam".
#kamialumni212 #212itukami #dailyinna

Rabu, 07 September 2016

Puncak Ibadah Haji, Arafah Hingga Mina



8 Dzulhijah 1436H, waktu sholat Zuhur kami dipersiapkan dalam rombongan bus secara acak menuju Padang Arafah, tempat salah satu puncak ibadah haji, wukuf, diadakan. Saya melengkapi diri dengan tas tentengan dan ransel buntut kesayangan. Pakaian insya Allah mencukupi untuk 5 hari kedepan. Kami akan menghabiskan waktu di tenda Padang Arafah hingga malam esok harinya, lanjut mabid di Muzdalifah hingga setelah subuh, dan 3 hari di Mina untuk melontar jumroh. Puncak haji dilakukan secara berkelompok dan selalu bersama, untuk kenyamanan maka atribut KBIH harus selalu dipakai.

Muzdalifah

Berbeda dengan di Mekkah dan Madinah. Akomodasi di Padang Arafah adalah tenda semi permanen. Tenda dibagi berdasarkan kelompok penerbangan. Satu tenda cukup untuk direbahi bahu ketemu bahu seluas 55 orang jemaah. Hijab wilayah antara jemaah laki dan perempuan adalah tas bawaan kami. Kamar mandi semi permanen disediaan cukup memadai.   Diperlukan ekstra sabar dan kelapangan hati ketika menggunakan fasilitas mck. Karena dalam keadaaan ihram, maka isu mck jadi momok  ketika akan buang air, sebagian jemaah memilih untuk tidak mandi demi menjaga ihram. saya pribadi memilih untuk guyur badan tanpa sabun karena sudah ga tahan dengan bau sedep sedep yang melekat di badan.   Malam jam 12-an kami menuju Muzdalifah.

suasana di tenda Padang Arafah

Kami sampai di Muzdalifah, 10 Dzulhijah sekitar pukul 1 pagi.   Tempat ini adalah persinggahan jemaah untuk mengumpulkan kerikil/batu melontar jumroh dan diharuskan mabid (menginap) walau cuma beberapa jam. Padang pasir di sini secara harfiah memang lautan pasir yang mampu menampung ribuan jemaah tanpa ada bangunan permanen apapun untuk berteduh. Kami mabid beralaskan tikar, karton, plastik sampah hitam yang kami bawa dari hotel dan beratapkan langit. Penerangan berasal dari lampu tiang dan bangunan toilet yang ada.  kondisi diatas tak menghalangi kami untuk tidur lelap beberapa jam. Menjelang subuh kami sudah bersiap kembali dalam antrian bus menuju Mina.

Tidak jauh berbeda dengan tenda di Arafah, tenda di Mina juga adalah tenda semi permanen dengan kondisi lebih bagus, hijab/ pembatas lebih jelas , mck lebih banyak dan memadai, walau masih dengan luas yang kalau tiduran tempel bahu dan bahu antar jamaah.layaknya lingkungan hunian  diluar pagar tenda (tenda dijaga oleh petugas/ jd tidak bisa masuk dan keluar ketika bukan jadwal melontar) terdapat pedagang, baik kaki 5 dan makanan.
 
Kami berada di Mina selama 3 hari untuk melontar jumroh. Inilah tantangan ibadah fisik dan mental lainnya. Dengan penginapan yang berjarak 700m dari pintu/terowong menuju tempat melontar jumroh/jemarat maka jarak tempuh jalan kaki kurang lebih 8km (pulang pergi). Track tempuh menuju jamarat adalah jalanan beton permanen bagus dan dibuat dua arah dan mampu menampung ribuan manusia disaat bersamaan. Jemaah dibagi per negara untuk menentukan waktu melontar. Jemaah Asia Tenggara biasanya mendapat jatah melontar di waktu bukan pilihan atau waktu utama, menghindari pertemuan dengan jemaah yang berbadan lebih besar. Tapi dalam kenyataan beberapa jemaah tetap mengikuti waktu afdhol. Sempet menciut nyali di hari melontar jumrah aqobah. tak dinyana kami berada di jam yang sama disaat musibah Mina 2015 terjadi. Hari kedua dan ketiga mental kami terpengaruh dengan pemberitaan yang justru kami dapat dari tanah air.

ah, sungguh ibadah ini ibadah fisik dan mental.


Selasa, 16 Agustus 2016

Hanya Catatan Kecil dari Perjalanan Haji 2015

Begitu mendapat undangan istimewa ini, saya memantapkan hati bahwa saya akan menerima jamuan yang layak selama menjadi tamu, layaknya perlakukan kita ketika menerima tamu, semua pasti kita persiapkan agar tamu feels like home. Apalagi ini bukan sembarangan undangan, ini undangan istimewa, super VVVVIP dari yang Maha Kaya, Maha Segalanya, yakin sangat bahwa saya akan tercukupi segala kebutuhan selama di sana.

Berminggu-minggu saya mencoba memantaskan diri, mencari tahu agar bisa  menjadi tamu yang manner, behave, tidak akan mengecewakan "tuan rumah". Googling sana, baca sini agar saya tahu sedikit banyak tentang Penjamu saya, apa yang harus saya lakukan agar tuan rumah juga senang, berkenan dan ridha dengan kehadiran saya. 

Alhamdulillah, 41 hari perjalanan di Mekkah, Arafah,Muzdalifah, Mina dan Madinah yang saya rasa hanya suka. Di hari terakhir menjelang kepulangan, kami bercerita tentang nikmat yang kami rasakan selama di Tanah Haram, kok malah ga ada inget susahnya. Kami bisa tidur lelap diatas pasir yang beralaskan tikar tanpa penerangan yang cukup. Kami bisa makan lahap dengan lauk tetep ayam ikan daging bergantian tiap harinya. Kami bisa berjalan penuh takzim dibawah panas yang katanya diatas 40 celcius. Kaki kami tetap riang melangkah menapaki  kiloan meter menuju Jamarat dan kiloan meter lainnya menuju tempat ibadah dan ziarah lainnya.

Hei, ini konvensi internasional terbesar yang pernah saya ikuti. Jika tidak salah membaca salah satu artikel brosur di Mekkah,  peserta haji tahun ini dari 114 negara,cmiiw, saya takjub mengamati sebagian pola laku yang mewakili kurang lebih 2juta saudara seiman selama di sana. Bagaimana kami berinteraksi? Dengan senyuman!. Serasa takut apapun pada saudara kita yang berbadan besar karena cerita turun temurun warisan dari para penapak tilas dulunya, percayalah...mereka bisa luluh dengan senyuman. Setidaknya itu yang saya rasakan. Bahkan untuk satu negara yang tidak bisa saya lumpuhkan dengan senyuman ini, at the end saya berhasil saya ajak bicara, yay! Dan masya Allah baiknya. Mungkin juga faktor bahasa jadi penunjang kami bisa berkomunikasi.  

Saya iri dengan kemurahan hati para penduduk dan selama di sana. Tidak bisa dihitung dengan jari kejutan manis kami terima sejak kedatangan. Makanan, minuman, berlimpah. Sabil, begitu kami menamai dermawan-dermawan yang ujug-ujug memberikan kurma, minuman, roti atau makananan lainnya sepenjang perjalanan menuju mesjid atau hotel. Saya menyaksikan bagaimana satu truk roti dibagikan ke jemaah haji oleh dermawan di sana, satu pick up air botolan/jus berhari-hari menanti kami dengan setia di salah satu sudut di Jarwal Taisir, kawasan hotel terpadat oleh jemaah haji. "Halal...halal...", demikian mereka meneriaki agar kami mampir dan mengambil sedekahan mereka. 

Saya iri dengan pekerja-perkerja di Masjidil Haram dan Nabawi. Saya iri dengan ketakziman dan ketekunan mereka bekerja. Saya iri dengan kesungguhan mereka menjaga fasilitas-fasiltas mesjid tetep nyaman dipakai; menyusun, membersihkan rak-rak alquran, lampu, mengepel lantai (bagian favorit menyaksikan yang membersikan lantai selapangan bola kelar dalam berapa menit aja). Saya iri dengan kesabaran mereka melayani kami jemaah dengan beragam tingkah laku. Saya iri yang dengan pekerjaannya bisa setiap saat mengunjungi tempat-tempat impian ummat Islam. 


Saya juga iri dengan kedermawanan jemaah haji lainnya. Teringat dengan nenek tua yang ingin berbagi 2 butir kurmanya, saat saya mengganti kacang dengan roti untuk beliau makan agar mudah dikunyah. Makanan saya mungkin agak lebih makanya saya juga tidak sungkan untuk berbagi, tapi saya yakin, kurmanya memang tinggal 2 butir, dan beliau memaksa saya untuk mengambilnya. Teringat sabar beliau ketika ada jemaah wanita lain yang badannya sangat besar "ngedeprok" manis di depan beliau yang sedang sholat. Kontan jamaah lain memarahi, tapi tidak dengan sang nenek, beliau cuma menepuki pundak sang wanita sambil tersenyum entahlah bicara apa sampai kemudian sang wanita agak bergeser duduknya. Ah, kalo saya mungkin udah mendelikan mata ala2 peran antagonis sinetron.

Terakhir, saya haturkan kekaguman saya untuk pemerintah sana yang membuat 2 tempat suci ummat islam menjadi tempat yang makin nyaman dan menyenangkan untuk dikunjungi. Saya tidak punya alasan untuk menyalahkan mereka atas apapun yang terjadi diluar kehendak manusia. Saya menyaksikan kesungguhan pemerintah Saudia membuat tempat ini menjadi tempat semua ummat. Jika debu dalam rak alquran saja susah untuk kamu dapatkan, apakah mungkin mereka menelantarkan hal maha penting lainnya? 

Allah Maha Baik, saya merasakan nikmat luar biasa, tak tergantikan, tak terdefinisikan dengan akal...yang semoga saya makin bersyukur karenanya. 
Ini hanya segelintir kejadian suka diantara ribuan nikmat suka cita lainnya yang tak mampu saya hitung dan goreskan. Banyak pengalaman  yang saya catat rapi dalam benak. Puzzle-puzzle yang terjadi dalam rekaman mata  dan memori saya yakin itu adalah pengingat, cermin agar bisa mengambil hikmah. 

Must Bring Item Saat Ibadah Haji

Biar kata pergi sendiri, bawaan saya ternyata masuk dalam timbangan yang paling berat diantara jemaah serombongan. hahaha. berikut saya bagi hal-hal penting yang harus dibawa saat berangkat haji tahun 2015


  • Pakaian.   

    Disesuaikan dengan kebutuhan baik jumlah maupun jenis, tidak harus baru. Karena ukuran badan mini begini,  membeli baju saat di tanah suci, is not an option.

  1. baju: pakaian umroh tidak harus putih. Memang rata-rata ciri jamaah dari rumpun Melayu adalah berpakain/mukena putih. Pakem harus putih dan baru seharusnya diganti dengan tidak transparan/membentuk (hindari bahan pakain berbahan jersey). Sayangnya banyak yang tanpa disadari pakaian yang dipakai justru transparan dan membentuk tubuh.  Mengenai jumlah, disesuaikan dengan kebutuhan. Saya pribadi membawa kurang lebih 12 (dan ini termasuk banyak banget hehehe) baju yang terdiri dari gamis, 2 pakaian putih, 2 daster batik, seragam batik KBIH serta bbrp atasan  yang saya mix match dengan rok hitam yang saya bisa pakai berkali-kali. 
  2.   Mukena: bawa 2 udah lebih dari cukup selain, jilbab-jilbab besar yang dipakai sehari-hari dan difungsikan sebagai mukena. Seorang teman berbagi info selama haji Cuma membawa 5 setelan baju yang termasuk jilbab yang berfungsi sebagai jilbab. 
  3.  Handuk: cukup bawa ukuran kecil. Disarankan untuk membawa handuk muka yang dipergunakan untuk melindungi kepala. Bisa digunakan saat wukuf dengan cara membasahi handuk dengan air untuk menutup kepala (bagi lelaki perhatikan ketika dalam keadaan tidak ihram
  4. Singlet dan celana panjang kulot tipis berkantong. Kedua pakaian ini saya fungsikan sebagai penyimpan uang dan kartu
  5.  Disposal underwear. Jika memang biasa menggunakan ini, boleh dipergunakan terutama untuk hari puncak (Wukuf,Melontar Jumroh)
  6.  Tas ransel: tas ransel kecil yang nyaman dipakai. Saya pergunakan untuk ke mesjid dan ziarah dan juga ketika hari puncak. Hindari tas ransel yang besar karena beberapa titik di masjidil haram dan Madinah tidak diperbolehkan masuk. Ransel ini sangat berguna ketika saya membawa air zam-zam dari mesjid untuk konsumsi di rumah. 
  7. pashmina/kain panjang. berguna untuk jadi bilik darurat ketika berada acara puncak haji. 
  8. alas kaki yang nyaman. selama di sana saya cukup nyaman dengan pakai sandal jepit (bukan bahan karet)

  •   Kebutuhan toilet dan sejenisnya.


Jika membawa kebutuhan toilet berupa cairan maka bagi 2 kemasan yang dibawa. Satu untuk ukuran kabin (kurang dari 100ml) dan yang ukuran besar untuk ditaruh dibagasi. Ukuran kabin sangat berguna meringankan beban bawaan ketika masuk asrama dan pas hari puncak rangkaian haji.  Seperti halnya pakaian, warung serba ada mulai dari kebutuhan toilet seperti sabun, tali dan jepitan jemuran, serta oleh-oleh ada di daerah penginapan jemaah haji.  yang berjumlah lebih dari 100ml maka alat-alat benda tajam seperti gunting, pisau dan gunting disimpan di bagasi.
  1. Kebutuhan toilet pribadi: sabun, sampo (bisa menggunakan yang sachetan, lebih praktis),  pembesih muka, kapas, sunblock spf minimal 30 seperti parasol, banana dsbnya.
  2. Gunting kuku dan gunting kecil untuk tahalul disimpan di bagasi. 
  3. Gantungan baju (kalo bisa dari besi agar tidak patah ketika masuk bagasi) untuk jemuran. Untuk penjepit, peniti lebih disarankan.  Ketika musim panas, maka waktu yang dibutuhkan untuk kering baju adalah kurang lebih 2 jam untuk pakaian yang dicuci manual. Walau hotel yang kami tempati di Jarwal Taisir menyediakan 8 mesin cuci di lantai dasar, saya memilih menggunakan cuci manual, rendam di wastafel dengan ember KFC (iya, ember kfc putih itu J) untuk wadah bilasan.




  •  Obat-obat/Pelindung


Jemaah haji mendapatkan satu kit perlengkapan obat-obat yang sangat lengkap. Kit tersebut berisi masker kain kasa 4, oralit, salep, kain kasa,obat-obatan generic lainnya serta satu box masker operasi (yang berwarna hijau itu)
  1. Masker kain/washable (3-4 buah). Masker kain sangat disarankan untuk dipakai karena cuaca yang sangat kering dan debu yang cukup intense. Tips dari dokter kloter saat itu, basahi masker kain untuk mendapatkan kelembaban yang cukup. Masker putih kasa yang diberikan saat di asrama haji bisa dicuci ulang untuk dipakai berkali-kali.
  2.  Obat-obatan pribadi, sesuai kebutuhan seperti minyak kayu putih, antangin, freshcare, tensoplast (mau nulis handiplast, tapi katanya so old school, ketauan angkatan tahun berapa) 
  3. Kacamata hitam. A must item, karena cahaya mataharinya sangat terik.
  4. Topi. Saya sih ga bawa saat itu, tapi akhirnya beli seharga 10 Riyal di warung depan hotel untuk acara puncak haji. 
  5. Botol spray. Ini juga dibagikan oleh pemerintah. Spray ini berguna untuk menjaga kelembaban muka. Diisi air zam-zam, semberiwing segar menghalau panas haramain. 
  6. Payung. Memungkinkan untuk dipakai ketika ziarah, ke mesjid (yang berjalan kaki mesjid) dan hari puncak haji.

     


    
  •  Makanan dan Perabotnya


Alhamdulillah termasuk tidak picky untuk urusan makanan. Apa aja saya makan, baik itu makanan jatah pemerintah yang less bumbu, tanpa sambel selama 15 hari di kota Mekkah, 9 hari full day di Kota madinah plus saat hari puncak haji maupun jajanan sandwich murah meriah seharga 2-3 riyal saya nikmati. Warung kelontong yang berada di daerah penginapan juga cukup sangat menyediakan berbagai kebutuhan jemaah yang ingin memasak sendiri. Sayur mayor serta buah-buahannya. Tidak mau repot masak, tinggal beli di pasar kaget  di depan penginapan seharga 2-5 riyalan untuk satu lauk ukuran sedang.  

Demi keselamatan jemaah tidak diperbolehkan memasak di penginapan, sehingga dapur juga tidak disediakan oleh penyelenggara haji. Tapi beberapa jamaah yang berhati-hati dan menjaga keselamatan penggunaan alat-alat listrik seperti rice cooker, pemasak air dan blender baik yang dibawa dari tanah air maupun dibeli di sana memilih untuk memasak. Konsekuensi satu paketnya adalah biasanya mereka juga membawa beras dari tanah air. Selain alasan penghematan, ketidakcocokan beras juga menjadi alasan  beberapa jemaah memasak di penginapan.

Harga rice cooker ukuran 1 liter di mekkah sekitar 40-50 Riyal.

Pisau kecil, piring/mangkok/gelas/botol minuman plastik, termasuk barang penting yang harus dibawa jemaah. Terutama pisau yang berguna untuk memotong buah yang diberi sepaket dengan jatah makanan. Jatah buah yang diberikan adalah apel, pisang dan jeruk.

Oh iya, selain kit obat-obatan yang didapat di Tanah Air, Jemaah juga mendapatkan jatah kita minuman yang berisi gula pasir, the, creamer, kopi, saus/sambel, kecap, cangkir kecil dan 3 buah pop mie  bertulisan arab. Hehhe. Untuk yang suka saus saya sarankan bawa dari tanah air juga karena saus sambel dengan merk yang sama, rasanya berbeda.

        
  • Lain-lain


Yang tidak kalah penting untuk dibawa adalah:
  1. Colokan converter, di hotel kami colokan indonesia cocok dipergunakan di hotel. Beberapa hotel lain masih menggunakan colokan segitiga.
  2. Colokan berjamaah (kabel roll). Barang penting ini kudu wajib dibawa untuk puncak haji karena colokan listrik yang disediakan sangat terbatas 
  3. Kantong plastic/kresek/plastic putih. Ibuk-ibuk tau sangat pentingnya benda ini. :
  4. Karet gelang/peniti
  5. Pulpen/spidol: terpakai untuk mengisi form di asrama haji dan di pesawat
  6.   Al quran kecil.
  7. alat penerang saat di Muzdalifah saat mengumpulkan batu kecil untuk melontar bisa menggunakan  penerangan handphone, jika ingin berhemat batrai bisa membawa senter mainan seharga Rp5.000. senter ini terpakai juga ketika hotel kami mati listrik.  
  8. Oleh-oleh khas Indonesia. Sisihkan barang/makanan khas Indonesia untuk dibagikan kepada jemaah lain entah teman sekloter atau jemaah Negara lain
  9.  Buku bacaan saku. bisa dijadikan juga sebagai oleh-oleh.       

  • Not To Mention:

  1. Selalu positive thinking. Apa yang kita dapat selama di tanah suci adalah hal yang terbaik yang terjadi. 
  2. Jangan sungkan untuk menolong sesama.
  3. Saat hari puncak haji jangan lupa membawa: pisau kecil, kain panjang, ember, colokan berjamaah, kantong plastik, piring/mangkok, alas plastik saat mabid sebentar di Muzdalifah. Beberapa jemaah membeli tikar seharga 1- Riyal. Saya memilih membawa kardus bekas dan plastik hitam sampah yang diminta ke pihak hotel untuk alasan kepraktisan bawaan. 
  4. Pecahan Rp.50.00 dan Rp.100.000 diterima di beberapa warung di Medinah, Mekkah. Rp 100.000 dihargai 25 Riyal.  Nilai rupiah menguat begitu puncak haji telah lewat.  
  5. Pilihan membeli atau membawa dari tanah air disesuaikan dengan efisiensi waktu dan biaya sesuai dengan kondisi masing-masing.