Anakku….
Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras
menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi
matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu,
seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.
Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat
memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan
psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku
jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi
kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat
didepan mataku saat aku melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata
kegembiraan kami.
Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku
demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin
melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.
Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun
berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian
tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap
bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.
Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak
diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui
telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu
ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat
anakku.
Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering
melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu
semakin susah melakukan gerakan.
Anakku…
Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih
kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu.
Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau sudah kehabisan
rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu
enggan melihat dan mengunjungi Ibu ? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu,
mana upah Ibu selama ini ?
Anakku..
Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan luluh
untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus
duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat
yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang
lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun
akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati
melakukannya,
Anakku…
Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya
diriku…
Anakku…
Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal dari
jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada
keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah,
kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.
Anakku..
Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah air
mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika engkau
ingin merobek-robek surat ini. Ketahuilah, "Barangsiapa beramal shalih
maka itu buat dirinya sendiri. Dan orang yang berbuat jelek, maka itu (juga)
menjadi tanggungannya sendiri".
Anakku…
Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang
sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah
persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui. Ingatlah
belaian sayag dan kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah …..
Ingatlah…. Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat : "Wahai, Rabbku,
sayangilah mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku kecil".
a cook leaner, a photography addict, a traveller wanna be and a happy single accountant
Total Tayangan Halaman
Selasa, 02 Oktober 2007
Surat Untuk...
(dari milis AAUI)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
mbak ..
BalasHapusg keliatan tuch...serius..
Naaaa..sumpah gue ga bisa liat tulisannya...hihihi...mesti pake kacamata 2 biji nihh...
BalasHapusMbak elsye, mau Inna pinjamin kacamata?? *padahal ga punya*. eh dah diedit mbak..selamat membaca.!
BalasHapusdari tadi kayaknya bermsalah mulu ama postingan MP, kebanyakan kali yah.., jadi overdosis.^_^
BalasHapusuni, yan jadi kangen ibu baca nya
BalasHapuspengen cepet pulang aja rasanya
duhhh lebaran masih lama yah
yan pengen pulang uni, pengen minta maaf ama ibu
sediih in..... bacanya.......
BalasHapussemoga tdk demikian dgn ku di hari tua nnti.......
*kalaupun terjadi. sebagai orangtua ....... haruslah ikhlas..... krn memang sdh menjadi tanggung jawab utk melahirkan... membesarkan..... dll dsb deh...* jangan pernah berharap utk mendapatkan upahnya..........
sama....diriku juga sedih nih. nambah lagi bekal sebagai anak dan anak yang akan jadi orang tua..terutama ibu ^_^ higzs
BalasHapusiya nih... bikin ga sabar nunggu waktu mudik... hmm, seminggu lagi ketemu ibu...
BalasHapusho oh mbak Inna, sedih deh bacanya..mumpung masih di deket mama n mumpung masih bisa,,pengen ngebahagiain mama........hehehe
BalasHapussedih banget surat ibu buat anaknya tapi merinding juga bacanya...karena 2 hal ini...yg pertama jangan sampai aku berbuat yg begitu ...dan yg ke dua semoga di hari tuaku kejadian itu tidak akan aku alami....amin deh...
BalasHapusSedih,terharuuuuuuu ngebacanya...
BalasHapustambah kangen aja sama Ortu,mau mudik nggak punya duit,sedihhhhhhhhhhhhh.....,hiks.
aku cinta ibu
BalasHapusHiks... jadi pengen cepet pulang n ketemu bunda...
BalasHapussalam buat bunda yah mbak??
BalasHapus